Jumat, 27 Februari 2009

puisi

KESEPIAN MEMEKIK



Kesepian memekik dalam tidurku.
Topeng-topeng tua dari simbol-simbol gaib
yang runtuh menjelma ular, mengalun
sepanjang pernafasanku. Aku ikuti
nyanyian-nyanyian angsa. Srigala-srigala
liar mengerang. Udara penuh karat mencium
hidungku. Berabad-abad kesendirian hitam!
Mitos pulau-pulau karam yang mereguk biji-biji
darah kabut mendentam bersama guntur.


Karena langit hanya malam, pesta
pesta musim yang tak terpahamkan mengajakku
bercakap dengan diam. Seluruh keheningan
yang mengerikan diledakkan angkasa.
Kegelapan mata malaikat yang terkapar
bersetubuh di dasar bayang-bayang. Seupama
buntal payudaramu yang bengal, ledakan peluru
seratus tahun yang tak terdengar melayang dalam
ketiadaan. Arwahku mistis, melompati jurang
jurang ajal dan kekejaman. Aroma pertempuran
pertempuran yang ganjil sepanjang ingatan jernih,
menghijau di kedalaman akar.


Tapi, segenap ziarah kekal, meski
di pohon-pohon percintaanku yang tak berdaun,
pantai tak lagi berpenghuni selain kesedihanku.
Hujan-hujan hilang arah. Sukmaku berjalan
sendiri di dasar keterpencilan. O kemabukan
kemabukan! Kehendak hewan-hewan buas! Ibu
dari segenap kenangan! Akulah pelancong sunyi itu,
kasihku! Dalamku segala kemilau hilang. Dan esok
apabila seluruh rasa nyeri mulai diletuskan
serupa geludhuk, doa-doaku hancur. Sekali lagi
membangun halimun, hidup sebagai mayat gerhana,
membakar kelamin perdu.

0 komentar:

Posting Komentar